Belukap Mangrove Club IK UR
Dumai (BMC) - Biru Lautku!
DIKSAROVE IV: Foto bersama setelah pelantikan C4.




Baru–baru ini BMC (Belukap Mangrove Club) UR (Universitas Riau) mengadakan kegiatan DIKSAROVE (Diklat Dasar Mangrove) yang ke-4 dengan tema “Biru Lautku Hijau Pesisirku“. Diksarove tersebut dilaksanakan, 4-7 Desember 2012, di kampus UR Purnama, Dumai. Acara tersebut diikuti oleh delapan peserta cakap (calon Belukap, sebutan sebelum menjadi anggota BMC) dan kurang lebih delapan orang Belukers (sebutan anggota BMC). “Kegiatan Diksarove ini merupakan agenda BMC dalam menerima anggota baru untuk regenerasi kepengurusan BMC yang akan menjalankan Visi dan Misi BMC,” Ujar Nanang, Ketua Umum BMC.
Dalam diksarove ini, BMC mengadakan beberapa kegiatan diantaranya, pembibitan Mangrove, identifikasi jenis Mangrove, serta aksi bersih pantai disekitar hutan Mangrove yang ada di kampus UR Purnama, Dumai. “Tujuan diadakannya kegiatan ini adalah untuk menanamkan rasa cinta lingkungan kepada calon belukap terhadap  ekosistem Mangrove, khususnya yang ada di sekitar pulau Sumatera,” ujar Syahrial S.Pi alumni BMC.
Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk masyarakat dan kelestarian hutan Mangrove khususnya. “Harapan saya semoga dengan Diksarove ke-4 ini terwujudnya visi BMC dan terciptanya iklim dan kondisi mahasiswa yang peduli dengan hutan mangrove khususnya dan lingkungan pada umumnya,” ujar Wanda, peserta Diksarove ke-4. Hijau Pesisirku! (arb)


Belukap Mangrove Club IK UR
Sabtu, 24 Maret 2012
Hutan Mangrove Indonesia

Indonesia (BMC) – Biru Lautku!
Hutan mangrove ditemukan hampir di seluruh kepulauan di Indonesia di 30 provinsi yang ada. Tetapi sebagian besar terkonsentrasi di Papua, Kalimantan (Timur dan Selatan) Riau dan Sumatera Selatan.Meskipun wilayah hutan mangrove yang laus ditemukan di 5 provinsi seperti tersebut di atas, namun wilayah blok mangrove yang terluas di dunia tidak terdapat di Indonesia, melainkan di hutan mangrove Sundarbans (660.000 ha) yang terletak di Teluk Bengal, Bangladesh.
Meskipun secara umum lokasi mangrove diketahui, namun luas total hutan mangrove yang masih ada di Indonesia belum diketahui secara pasti.Walaupun mangrove dengan mudah diidentifikasi melalui penginderaan jarak jauh, terdapat variasi yang nyata diantara data statistik yang dihimpun oleh instansi-instansi di Indonesia, misalnya yang ada di Departemen Kehutanan, dan yang ada di organisasi internasional seperti FAO berkisar antara 2,17 dan 4,25 juta hektar (mangrove dalam kawasan hutan).
Ketidakcocokan ini disebabkan oleh penggunaan data lama yang meluas. Angka 4,25 juta ha yang dikutip oleh FAO pada 1982 diambil sepenuhnya dari data tahun 1970-an. Sumber utama lain yang tampk tidak konsisten diantara sumber-sumber data adalah estimasi untuk Papua, yakni provinsi dengan hutan mangrove terluas yang berkisar dari 0,97 s/d 2,94 juta ha ( Departemen Kehutanan dan FAO 1990). Kemungkinan angka tersebut mencakup puluhan ribu hektar hutan rawa sagu (Metroxylon spp) yang terdapat di rawa air tawar pada tepian zona pantai di Papua.
Data terkhir yang terdapat di Ditjen RLPS Dep. Kehutanan tahun 2001 menunjukkan bahwa terdapat 8,6 juta ha mangrove di Indonesia, terdiri 3,8 juta ha di dalam kawasan hutan dan 4,8 juta ha di luar kawasan hutan.
Untuk mengurangi ketidakpastian tentang luas hutan mangrove tersebut perlu dilakukan Inventarisasi Hutan Mangrove Nasional agar diperoleh kepastian dan pengelolaan yang lebih baik.
Hutan mangrove di Papua merupakan salah satu wilayah utama mangrove di Indonesia dan satu dari areal yang terluas di dunia , yang sampai saat ini tidak mendapat tekanan besar untuk dikonversi menjadi penggunaan lain dan ini memberi kesempatan khusus bagi Indonesia guna melaksanakan mandat nasional dan internasional untuk konservasi sumber daya biologi yang bermakna bagi dunia.
Walaupun angka yang ada tidak akurat, namun yang pasti telah terjadi adalah penurunan areal luas hutan mangrove secara drastis di Indonesia terutama di Sumatera Bagian Timur, Sulawesi Selatan dan Jawa selama kurun waktu 20 tahun terakhir, sebagai akibat dari konservasi untuk penggunaan-penggunaan lain terutama pengembangan tambak akibat booming harga udang pada tahun 80-an dan 90-an. (atkd).
Hijau Pesisirku!