Jum’at, 23 Maret 2012
Upaya Konservasi di Dunia dan Indonesia
Dunia (BMC) – Biru Lautku!
Pada beberapa puluh tahun di akhir Abad 20, hutan mangrove dunia mengalami penurunan drastis. Badan PBB yang mengurusi lingkungan, UNEP, juga memperkirakan industri tambak udang telah menghancurkan seperempat hutan mangrove dunia. Penelitian terbaru pada tahun 2010 dari Peta Mangrove Dunia (WMA) menyebutkan seperlima ekosistem mangrove dunia telah hilang sejak tahun 1980.
Perkiraan luas mangrove di seluruh dunia adalah 15—19,9 juta hektar. Usaha-usaha konservasi mangrove telah meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat mangrove. Di Thailand, misalnya, usaha penyelamatan mangrove sangat efektif dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat.
Hal yang sama dilakukan oleh masyarakat desa Naluvedapathy di negara bagian Tamil Nadu, India. Mereka menanam 80.244 benih mangrove dan masuk dalam rekor dunia Guinness. Saat tsunami melanda desa itu, sebagian besar tanah di sekitar desa itu terendam air. Namun, desa itu hanya mengalami kerusakan ringan.
Sedangkan, pada tahun 2006, luas hutan mangrove di Indonesia berkisar 3,5—4,2 juta hektar. Ini adalah sebaran hutan mangrove yang terbesar di dunia. Kegiatan yang berperan besar dalam penurunan luas hutan mangrove di Indonesia adalah pengambilan kayu untuk industri.
Selain itu, hutan mangrove juga banyak yang beralih fungsi menjadi tambak dan area pertanian, terutama untuk padi dan kelapa. Pembangunan tambak itu banyak menggunakan pestisida dan antibiotika yang merusak lingkungan.
Untuk mengatasi masalah ini, sejak tahun 1986 Perum Perhutani telah melakukan program silvofishery. Program ini memadukan kegiatan pengelolaan mangrove dengan produksi perikanan. Jadi, 80 persen dari lahan pasang surut dijadikan hutan mangrove sementara 20 persen digunakan sebagai kolam budidaya ikan.
Pemerintah juga telah menetapkan sejumlah area sebagai kawasan lindung. Sebesar 31 persen atau 1.099.400 hektar telah dimasukkan sebagai kawasan lindung. Jumlah ini memang sangat kecil dibandingkan luas keseluruhan hutan mangrove di Indonesia. Di tingkat lokal, usaha penanaman kembali mangrove juga banyak dilakukan oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat serta penduduk setempat. (atkd)
Hijau Pesisirku!
Upaya Konservasi di Dunia dan Indonesia
Dunia (BMC) – Biru Lautku!
Pada beberapa puluh tahun di akhir Abad 20, hutan mangrove dunia mengalami penurunan drastis. Badan PBB yang mengurusi lingkungan, UNEP, juga memperkirakan industri tambak udang telah menghancurkan seperempat hutan mangrove dunia. Penelitian terbaru pada tahun 2010 dari Peta Mangrove Dunia (WMA) menyebutkan seperlima ekosistem mangrove dunia telah hilang sejak tahun 1980.
Perkiraan luas mangrove di seluruh dunia adalah 15—19,9 juta hektar. Usaha-usaha konservasi mangrove telah meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat mangrove. Di Thailand, misalnya, usaha penyelamatan mangrove sangat efektif dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat.
Hal yang sama dilakukan oleh masyarakat desa Naluvedapathy di negara bagian Tamil Nadu, India. Mereka menanam 80.244 benih mangrove dan masuk dalam rekor dunia Guinness. Saat tsunami melanda desa itu, sebagian besar tanah di sekitar desa itu terendam air. Namun, desa itu hanya mengalami kerusakan ringan.
Sedangkan, pada tahun 2006, luas hutan mangrove di Indonesia berkisar 3,5—4,2 juta hektar. Ini adalah sebaran hutan mangrove yang terbesar di dunia. Kegiatan yang berperan besar dalam penurunan luas hutan mangrove di Indonesia adalah pengambilan kayu untuk industri.
Selain itu, hutan mangrove juga banyak yang beralih fungsi menjadi tambak dan area pertanian, terutama untuk padi dan kelapa. Pembangunan tambak itu banyak menggunakan pestisida dan antibiotika yang merusak lingkungan.
Untuk mengatasi masalah ini, sejak tahun 1986 Perum Perhutani telah melakukan program silvofishery. Program ini memadukan kegiatan pengelolaan mangrove dengan produksi perikanan. Jadi, 80 persen dari lahan pasang surut dijadikan hutan mangrove sementara 20 persen digunakan sebagai kolam budidaya ikan.
Pemerintah juga telah menetapkan sejumlah area sebagai kawasan lindung. Sebesar 31 persen atau 1.099.400 hektar telah dimasukkan sebagai kawasan lindung. Jumlah ini memang sangat kecil dibandingkan luas keseluruhan hutan mangrove di Indonesia. Di tingkat lokal, usaha penanaman kembali mangrove juga banyak dilakukan oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat serta penduduk setempat. (atkd)
Hijau Pesisirku!
Posting Komentar