Akut dan Kronik, 5 Bahan Pencemar Berdampak Terhadap Mangrove
Pekanbaru–bmcmangrove.blogspot. Biru Lautku! Meskipun tumbuhan mangrove telah beradaptasi dengan sangat baik, untuk dapat bertahan hidup dan berkembang di habitat yang anaerobik, namun dalam taraf tertentu dapat mengalami penurunan ketahanan. Penurunan ketahanan ini bisa disebabkan oleh pencemaran. Sebelumnya pengertian akut adalah pencemaran yang terjadi dalam skala besar dan dalam waktu yang singkat. Contohnya, pencemaran akibat tumpahan minyak dari kapal tangker yang bocor ataupun mengalami kecelakaan di laut. Sedang kronik adalah pencemaran yang terjadi dalam volume kecil namun berlangsung menerus dalam jangka waktu lama, misalnya pencemaran limbah rumah tangga. Di bawah ini diungkapkan beberapa pencemaran dan dampaknya terhadap pertumbuhan mangrove.
- Minyak/Senyawa Hidrokarbon
Dampak pencemaran minyak terhadap lingkungan laut telah mendapat banyak soroton, terutama yang berkategori akut. Penyebab kerusakan dari cemaran minyak terhadap komunitas mangrove lebih mengarah ke gangguan fisik. Dalam pencemaran minyak yang akut, lapisan minyak menutup seluruh sistem perakaran mangrove, sehingga terjadi penyumbatan total lentisel-lentisel pada akar napas. Akibatnya, pertukaran gas CO2 di mulut-mulut lentisel itu terputus. Jika hal itu terjadi maka tumbuhan mangrove yang bersangkutan akhirnya mati. Menurut Saenger et al (1983), dalam pencemaran minyak berat, mangrove dapat mati dalam waktu 48-72 jam.
Dari segi toksisitas, komponen hidrokarbon yang berantai pendek dan berberat molekul ringan, terutama dari senyawa aromatik adalah yang paling toksik. Untungnya komponen minyak ringan umumnya mudah menguap, sehingga tidak berlama-lama di dalam air, dengan demikian efek negatifnya tidak berkepanjangan. Pencemaran minyak kronik dapat menyebabkan tekanan (stress) pada tumbuhan mangrove, antara lain mengurangi kecepatan tumbuh, penurunan produktivitas dan sebagainya. Di samping itu tumbuhan yang dalam keadaan stress menjadi rentan terhadap gangguan lain (Saenger et al., 1983).
Menurut Citron & Schaefer-Novelli (1982), tanda-tanda pertama yang diperlihatkan oleh tumbuhan mangrove yang mengalami pencemaran berat oleh minyak adalah gugur daun. Gugur daun ini dapat terjadi penuh atau parsial, bergantung pada jumlah minyak yang terperangkap di antara akar dan batang pohon ataupun yang meresap di substrat.
- Limbah Air Panas
Hasil penelitian para ahli memperoleh gambaran bahwa pada dasarnya tumbuhan mangrove tidak terlalu rentan terhadap pencemaran limbah panas. Misalnya, hasil penelitian Kolehmenien et al (1973, dalam Odum & Johannes, 1975) menunjukkan bahwa mangrove tidak memperlihatkan dampak negatif dari peningkatan suhu air sampai 400C. Sayang sekali penelitian ini tidak menjangkau lebih jauh untuk mengetahui dampak jangka panjang. Berbeda halnya dengan fauna yang berasosiasi dengan mangrove. sampai suhu 340C fauna mangrove masih bertahan. Di atas 340C jumlah jenis dan populasi jenis menurun. Hardjosoewarno (1989) mempunyai pendapat lain, yaitu bahwa suhu 350C-400C akan mempunyai dampak negatif bagi tumbuhan mangrove dalam jangka panjang. Kesimpulan tersebut diperoleh dari penelitian di Segara Anakan Cilacap.
- Herbisida
Menurut laporan beberapa ahli yang dikutip oleh Odum dan Johannes (1975; misalnya Truman 1961; Bavey et al., 1969; Walsh et al., 1973), mangrove sangat rentan terhadap herbisida. Mengapa demikian, pertanyaan ini masih belum bisa dijawab. Westing (1971, dalam Odum & Johannes, 1975) menyarankan bahwa kerentanan tersebut mungkin disebabkan tumbuhan mangrove sesungguhnya hidup dalam tekanan fisiologis (physiological stress) sebagai akibat hidupnya dalam lingkungan laut. Dan dalam keadaan stress mangrove menjadi rentan terhadap gangguan lain, misalnya herbisida itu. Selanjutnya Walsh (1974, dalam Odum & Johannes, 1975) menyebut beberapa perubahan morfologis yang berkaitan dengan keracunan herbisida pada anakan mangrove. Di antara gejalanya adalah pengeringan pada daun, penyumbatan sistem vaskuler dan kerusakan korteks akar.
- Suspensi Partikel/Siltasi
Mangrove berkembang biak di dataran lumpur dengan suplai air tawar yang cukup. Oleh karena itu hutan mangrove yang luas dan subur terdapat di muara-muara sungai besar di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. Kendatipun demikian preferensi terhadap adanya suplai sedimen lumpur tidak tanpa batas. Pada stasiun di mana intensitas endapan menutup penuh akar-akar napas dan dalam keadaan di mana lentisel-lentisel tersumbat total, tumbuhan mangrove akan mati dalam beberapa minggu.
- Limbah Cair
Termasuk dalam limbah cair adalah limbah rumah tangga, limbah industri dan limbah pertanian. Umumnya limbah-limbah tersebut mengandung sisa-sisa zat yang dapat mencemari lingkungan ataupun sisa-sisa zat hara yang dapat berfungsi sebagai nutrient bagi tumbuhan hijau. Dalam konsentrasi kecil zat-zat tersebut tidak berbahaya akan tetapi proses akumulasi dapat meningkatkan konsentrasi sehingga dapat membahayakan lingkungan maupun organisme yang hidup di dalamnya. Untuk meniadakan atau memperkecil dampak negatif, limbah cair perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai atau ke laut.
Hijau Pesisirku!
Posting Komentar